Pandemi berdampak ke semua sektor nasional, tak terkecuali sektor perekonomian. Hampir semua bisnis harus jalan ditempat selama pandemi, alhasil, banyak dari mereka yang gulung tikar, termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa 87,5% UMKM terdampak pandemi Covid-19. Sekitar 93,2% berdampak negatif di sisi penjualan (Maret 2021). Sektor UMKM yang terdampak, di antaranya usaha makanan dan minuman.
Dari total UMKM yang ada di Indonesia, 35,88% UMKM yang terdampak adalah UMKM akomodasi dan makan-minuman, disusul UMKM perdagangan besar dan eceran seperti reparasi dan perawatan mobil sebanyak 25,33%, dan industri pengolahan sebanyak 17,83%. Berikut penyebab UMKM tidak bisa bertahan di tengah pandemi dengan adanya strategi pengembangan digitalisasi UMKM.
1. Literasi Digital
Terdampaknya sektor UMKM disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan akses digital di kota-kota kecil. Tentu hal itu menjadi tantangan besar bagi UMKM untuk bertahan dan meningkatkan usaha. Oleh karena itu, perlu pendukung terutama dari teknologi yang dapat membantu UMKM bertumbuh.
Riset oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Indonesia menemukan bahwa sepanjang tahun 2020, terdapat dua masalah utama yang dihadapi oleh UMKM yang terdampak pandemi, yaitu masalah keuangan dan pasokan/permintaan. Selain dari minimnya fasilitas operasional, sumber daya, dan pendanaan, UMKM juga masih kurang menguasai platform digital.
Selain itu, bisnis UMKM biasanya dijalankan oleh satu orang yang cenderung lanjut usia. Kelompok umur ini cenderung skeptis pemanfaatan teknologi sehingga lambat dalam mengadopsi layanan digital.
Hal ini menimbulkan kerugian bagi UMKM, terutama ketika pembatasan mobilitas diberlakukan dan masyarakat beralih dari toko fisik ke e-commerce atau platform digital.
Sementara itu, berdasarkan data East Ventures Digital Competitiveness Index 2021 , Daya saing digital cenderung didominasi oleh provinsi besar yang umumnya berlokasi di Jawa. Daerah seperti Nusa Tenggara, Sulawesi Selatan cenderung berada di posisi yang lebih bawah.
2. Akses Internet
Selain literasi digital, hambatan lainnya adalah akses terhadap infrastruktur internet, khususnya di daerah 3T (terluar, terdepan dan tertinggal), sehingga daerah ini harus ditangani secara khusus agar secara digital tidak ketinggalan. Pemerintah mendorong percepatan pembangunan akses internet di wilayah 3T.
Menurut data APJII 2019-2020 (Q2) menunjukkan bahwa Kontribusi Penetrasi Internet per Wilayah dari Total Penetrasi masih didominasi pulau Jawa, sementara Pulau Maluku dan Papua berada di posisi terakhir.
3. Biaya pengiriman
Berdasarkan data East Ventures Digital Competitiveness Index 2021, fasilitas logistik yang sudah semakin maju memberikan dampak positif bagi bangsa pertumbuhan ekonomi.
Hal ini terbukti oleh mereka yang sudah merasakan manfaat dari menggunakan layanan pengantaran seperti GrabExpress.
4. Platform Digital
Memanfaatkan platform digital bisa menjadi solusi UMKM naik ‘kelas’ dan memungkinkan pelaku bisnis menjangkau pelanggan yang jauh dari tempat usahanya secara praktis dan efisien.
Pasalnya, masih ada persepsi mengenai kesuksesan berbisnis hanya bisa diraih jika dilakukan di kota-kota besar. Padahal dengan memanfaatkan platform digital, UMKM dapat mengembangkan bisnis di daerahnya masing-masing, meningkatkan perekonomian daerah serta melestarikan produk unggulan daerah.
Platform digital juga memberikan kesempatan untuk UMKM ,menjangkau konsumen yang lebih besar dan lebih luas. Sebagai contoh, pemilik toko sembako di Pasar Tradisional hanya bisa memasarkan barangnya ke pengunjung Pasar Tradisional tersebut. Namun, ketika toko sembako ini bergabung di platform digital, tidak hanya pengunjung pasar yang bisa dijangkau tapi masyarakat yang tinggal bahkan jauh dari pasar tersebut bisa mengakses dan berbelanja dengan mudah lewat genggaman.